Tak terbayangkan sebelumnya dan tak pernah mengira bahwa keputusan kami untuk melaporkan uang transport yang kami terima dari masyarakat terkait pelayanan nikah di luar kantor berbuntut diberikannya PPG (Program Pengendalian Gratifikasi) Award oleh Menteri Agama RI. Maksud utama kami hanyalah ingin meminta status hukum atas pemberian itu apakah bisa menjadi milik kami (petugas KUA) ataukah sebagai gratifikasi yang harus disetor ke kas Negara. Meskipun akhirnya Gratifikasi di KUA itu milik Negara. Hal ini didasari oleh niat para kepala KUA dan penghulu se-Kabupaten Bantul untuk memurnikan pelayanan tanpa terbebani oleh pungli maupun gratifikasi. Ternyata, yang kami lakukan itu merupakan yang pertama kalinya di seluruh Indonesia. Dan berita terebut sampai pula ke fihak Irjen Kemenag RI di Jakarta khususnya pada Bapak M. Jasin.
Pemberian PPG award tersebut dilakukan disela-sela acara Pembukaan K2TLHP (Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan) yang dilaksanakan di Hotel Ina Garuda Yogyakarta pada tanggal 18 September 2013. Acara K2TLHP itu sendiri merupakan kegiatan milik Inspektorat Jenderal Kemenag RI, dan saya yakin sekali bahwa PPG Award itu adalah inisiatif dari Irjen Kemenag RI Bapak M. Jasin yang juga mantan anggota KPK.
Sepertinya, Bapak M. Jasin ingin mengangkat peristiwa ini untuk menaikan citra kemenag khususnya citra KUA di mata masyarakat yang selama ini sering dipojokkan dengan berita-berita miring. Masih lekat di ingatan kita bahwa beliau pernah menyampaikan bahwa pungli biaya Nikah di KUA bisa mencapai Rp.1,2 T (tempo.co). Disusul pemberian 8 opsi upaya penyelesaian permasalahan di Kantor Urusan Agama (KUA) terkait praktik korupsi dalam pencatatan pernikahan. Namun ke-8 opsi itu mentah hingga sekarang belum Nampak ada hasilnya. PPG Award diharapkan mampu menepis image negative KUA sebagai instansi yang dianggap korup. Mengapa demikian? Bagaimana tidak, jangankan mau korupsi atau melakukan pungli, gratifikasi yang dianggap banyak orang halal saja dilaporkan ke KPK dan disetor ke kas Negara. Bila program ini berhasil, tentu tidak ada alas an untuk tidak menyetujui salah satu opsi dari 8 opsi yang ditawarkan oleh Irjen Kemenag RI tersebut.
Sayangnya, momentum seperti ini belum bisa dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam dengan baik. Misalnya dengan menungganginya untuk kepentingan menggolkan alokasi anggaran KUA untuk nikah diluar kantor. Hal ini nampak dari berita yang menyebutkan bahwa ".... Komisi VIII DPR RI terus mendesak kepada Kementerian Agama untuk mengalokasikan anggaran program pencatatan administrasi nikah di luar KUA pada tahun 2014, dan akan dibahas dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama". Mestinya ini menjadi kesempatan emas bagi kita karena DPR RI sendiri yang mendesak untuk mengalokasikan dana tersebut.
Dari pemberian award tersebut banyak tanggapan yang muncul. Ucapan selamat, dukungan, dorongan, harapan hingga cibiran ataupun komentar sinis. Bukan dari orang lain, justru dari teman-teman sesama pegawai yang ada di KUA.
Ucapan selamat karena mendapatkan penghargaan yang langsung diberikan oleh Menteri Agama. Penghargaan atas sesuatu yang mungkin dianggap sebagian orang biasa saja, tapi penghargaannya luar biasa melebihi apa yang dilakukannya. Mungkin ada yang mengira bahwa selain piagam penghargaan kami juga mendapat hadiah lain seperti uang pembinaan atau barang berharga lain. Saya katakan “Tidak ada” selain hanya berupa sertifikat. Jangan samakan dengan Penghargaan yang diberikan kepada Juara KUA Teladan yang selain mendapat sertifikat juga mendapat uang pembinaan dan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji. Seloroh teman saya yang juga penghulu “ lumayanlah untuk tambahan angka kredit…”. Meskipun begitu, kami anggap ini sebagai bentuk reward yang diberikan oleh atasan terhadap bawahan yang patuh dan taat menjalankan aturan.
Dukungan dan harapan lebih ditujukan kepada Kementerian agama RI agar segera memberikan regulasi yang jelas terkait nikah di luar balai nikah agar petugas KUA terhindar dari pungli dan gratifikasi. Tuntutan agar janji-janji pemberian transport dan jasa profesi Penghulu segera diwujudkan.
Kami berharap bahwa kita bisa bersama-sama untuk mewujudkan pelayanan KUA yang efektif dan efisien. Terbebas dari pungli maupun gratifikasi. Petugas KUA mendapatkan penghasilan yang halal dan menentramkan baik menurut agama maupun undang-undang. Sulit rasanya bila kami berjalan sendiri. Apalagi bila kebijakan atasan masih berbeda. Mudah-mudahan yang kami lakukan ini bisa diikuti oleh teman-teman yang lain. Pilihannya kalau tidak mau melaporkan ya tidak usah menerima. Meski ini sangat-sangat sulit dilakukan bila tanpa kemauan dan dukungan fihak lain.
Berikut ini beberapa komentar atas pemberian PPG Award yang saya ambil dari jejaring social FB:
Pemberian PPG award tersebut dilakukan disela-sela acara Pembukaan K2TLHP (Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan) yang dilaksanakan di Hotel Ina Garuda Yogyakarta pada tanggal 18 September 2013. Acara K2TLHP itu sendiri merupakan kegiatan milik Inspektorat Jenderal Kemenag RI, dan saya yakin sekali bahwa PPG Award itu adalah inisiatif dari Irjen Kemenag RI Bapak M. Jasin yang juga mantan anggota KPK.
Sepertinya, Bapak M. Jasin ingin mengangkat peristiwa ini untuk menaikan citra kemenag khususnya citra KUA di mata masyarakat yang selama ini sering dipojokkan dengan berita-berita miring. Masih lekat di ingatan kita bahwa beliau pernah menyampaikan bahwa pungli biaya Nikah di KUA bisa mencapai Rp.1,2 T (tempo.co). Disusul pemberian 8 opsi upaya penyelesaian permasalahan di Kantor Urusan Agama (KUA) terkait praktik korupsi dalam pencatatan pernikahan. Namun ke-8 opsi itu mentah hingga sekarang belum Nampak ada hasilnya. PPG Award diharapkan mampu menepis image negative KUA sebagai instansi yang dianggap korup. Mengapa demikian? Bagaimana tidak, jangankan mau korupsi atau melakukan pungli, gratifikasi yang dianggap banyak orang halal saja dilaporkan ke KPK dan disetor ke kas Negara. Bila program ini berhasil, tentu tidak ada alas an untuk tidak menyetujui salah satu opsi dari 8 opsi yang ditawarkan oleh Irjen Kemenag RI tersebut.
Sayangnya, momentum seperti ini belum bisa dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam dengan baik. Misalnya dengan menungganginya untuk kepentingan menggolkan alokasi anggaran KUA untuk nikah diluar kantor. Hal ini nampak dari berita yang menyebutkan bahwa ".... Komisi VIII DPR RI terus mendesak kepada Kementerian Agama untuk mengalokasikan anggaran program pencatatan administrasi nikah di luar KUA pada tahun 2014, dan akan dibahas dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama". Mestinya ini menjadi kesempatan emas bagi kita karena DPR RI sendiri yang mendesak untuk mengalokasikan dana tersebut.
Dari pemberian award tersebut banyak tanggapan yang muncul. Ucapan selamat, dukungan, dorongan, harapan hingga cibiran ataupun komentar sinis. Bukan dari orang lain, justru dari teman-teman sesama pegawai yang ada di KUA.
Ucapan selamat karena mendapatkan penghargaan yang langsung diberikan oleh Menteri Agama. Penghargaan atas sesuatu yang mungkin dianggap sebagian orang biasa saja, tapi penghargaannya luar biasa melebihi apa yang dilakukannya. Mungkin ada yang mengira bahwa selain piagam penghargaan kami juga mendapat hadiah lain seperti uang pembinaan atau barang berharga lain. Saya katakan “Tidak ada” selain hanya berupa sertifikat. Jangan samakan dengan Penghargaan yang diberikan kepada Juara KUA Teladan yang selain mendapat sertifikat juga mendapat uang pembinaan dan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji. Seloroh teman saya yang juga penghulu “ lumayanlah untuk tambahan angka kredit…”. Meskipun begitu, kami anggap ini sebagai bentuk reward yang diberikan oleh atasan terhadap bawahan yang patuh dan taat menjalankan aturan.
Dukungan dan harapan lebih ditujukan kepada Kementerian agama RI agar segera memberikan regulasi yang jelas terkait nikah di luar balai nikah agar petugas KUA terhindar dari pungli dan gratifikasi. Tuntutan agar janji-janji pemberian transport dan jasa profesi Penghulu segera diwujudkan.
Kami berharap bahwa kita bisa bersama-sama untuk mewujudkan pelayanan KUA yang efektif dan efisien. Terbebas dari pungli maupun gratifikasi. Petugas KUA mendapatkan penghasilan yang halal dan menentramkan baik menurut agama maupun undang-undang. Sulit rasanya bila kami berjalan sendiri. Apalagi bila kebijakan atasan masih berbeda. Mudah-mudahan yang kami lakukan ini bisa diikuti oleh teman-teman yang lain. Pilihannya kalau tidak mau melaporkan ya tidak usah menerima. Meski ini sangat-sangat sulit dilakukan bila tanpa kemauan dan dukungan fihak lain.
Berikut ini beberapa komentar atas pemberian PPG Award yang saya ambil dari jejaring social FB:
- “yg lebih penting lagi adalah perlu adanya pantauan ke masyarakat langsung....klo KUA tidak menerima apapun dari masyarakat kecuali 30 ribu Kas Negara, ...itu namanya 'clear' dan perlu mendapat apresiasi....oceeeeeee”
- “stop pungli dan gratifikasi...”
- “Harus berani Katakan TIDAK untuk gratifikasi”
- “penghargaan nnya melebihi gratifikasi yang dilaporkan”
- “Gratifikasi No Penggantian Transportasi Yes....”
- “smoga bukan kamuflase...hehe”
- “Patut diteladani.....siapkah anda???????”
- “45 km kali 2.... Moga sanggup nyontoh.... ato minimal.... "Amung nglayani Nikah Kantor jam Kantor"....”
- “moga senantiasa mendapat ketetapan, kekuatan,jg barokah....selamat.....”
- “harusnya menggugah para pengambil kebijakan di Jakarta untuk segera menerbitkan regulasi yg adil. adil utuk penghulu dan masyarakat.”
- “semoga tdk sekedar show saja, mari kita bayangkan kesulitan petugas pelayan masyarakat yg di daerah terpencil dan di kepulauan, apa yg bisa mereka lakukan tanpa fasilitas yg memadai, dibanding dg petugas kesehatan dan lainnya , walaupun urusan adat kadang lebih dianggap penting oleh masyarakat dr pada urusan kesehatan dan taruhan nyawa”
- “Kurg dr 10 jta adlh ktegori gratifikasi yg tdk prlu d laprkan k kpk kcuali uda lbh dr 10 jta.prtanyaanya brp jmlah pmberian yg dlaporkan kpla kua dn penghulu uti?”
- “harusnya pk menteri dan segenap jajaran terasnya, para pemangku kebijakan di Kemenag, menjadikan peristiwa ini sebagai momentum utk segera menerbitkan regulasi yg adil untuk penghulu dan masyarakat. Pak Menteri, para penghulu menunggu "perjuangan" Bapak!”
- “perlu ada win-win solution, segera,,, meskipun haram menurut KPK blm tentu haram menurut Fiqh”
- “skrng maslahny orang takut di penjara dunia Oleh KPK jd bukan krn Fikihny, malu dan Rusak nama jika di penjara KPK”
1 comment for "Laporan Gratifikasi Berbuah PPG Award"
mampukah PPG Award Istiqomah dalam dunia gemerlap ?